Rabu, 22 Oktober 2025

Tugas mandiri 04

 

Critical Review Implementasi Circular Economy

A. IDENTIFIKASI SUMBER 

  • Judul Artikel: Closing the Loop: A Case Study of Circular Economy Implementation in PET Bottle Packaging by a Beverage Company in Indonesia.

  • Penulis/Institusi Penerbit: Wijaya, S. and Pramono, R.

  • Tahun Publikasi: 2023

  • Sumber (Nama Jurnal): Journal of Cleaner Production, Volume 385.

B. RINGKASAN EKSEKUTIF 

Studi kasus ini meneliti implementasi strategi ekonomi sirkular oleh sebuah perusahaan minuman terkemuka di Indonesia, yang difokuskan pada program daur ulang botol PET (Polyethylene terephthalate) mereka. Latar belakang penelitian adalah meningkatnya masalah sampah plastik di Indonesia dan tekanan regulasi serta konsumen terhadap tanggung jawab produsen. Tujuan utamanya adalah untuk menganalisis efektivitas model closed-loop recycling, di mana botol bekas dikumpulkan dan diolah kembali menjadi botol baru. Metodologi yang digunakan adalah studi kasus kualitatif, dengan mengumpulkan data dari laporan keberlanjutan perusahaan, wawancara dengan manajer rantai pasok, dan observasi pada fasilitas pengumpulan. Temuan utama menunjukkan bahwa program ini berhasil meningkatkan tingkat pengumpulan botol bekas sebesar 40% dalam dua tahun dan mengurangi penggunaan resin plastik murni hingga 25% pada produk botol barunya.

C. ANALISIS PRINSIP CIRCULAR ECONOMY 

Dalam studi kasus ini, beberapa prinsip 5R diterapkan dengan tingkat keberhasilan yang bervariasi:

  1. Recycle (Daur Ulang): Ini adalah prinsip utama yang diimplementasikan. Perusahaan membangun ekosistem pengumpulan melalui kemitraan dengan bank sampah dan pemulung lokal untuk menyerap kembali botol PET pasca-konsumsi. Botol-botol ini kemudian diolah di fasilitas daur ulang menjadi serpihan rPET (recycled PET) berkualitas tinggi yang digunakan sebagai bahan baku botol baru. Tingkat keberhasilan: Tinggi. Implementasi ini menjadi inti dari model bisnis sirkular mereka dan berhasil mengurangi jejak karbon serta ketergantungan pada bahan baku fosil.

  2. Reduce (Mengurangi): Prinsip ini diterapkan melalui inovasi desain kemasan. Perusahaan melakukan lightweighting, yaitu mengurangi berat gram plastik pada setiap botol tanpa mengorbankan kualitas dan keamanannya. Hal ini secara langsung mengurangi jumlah total plastik yang masuk ke pasar. Tingkat keberhasilan: Sedang. Meskipun efektif, terdapat batasan teknis mengenai seberapa tipis botol dapat dibuat, sehingga potensi pengurangannya terbatas.

  3. Reuse (Menggunakan Kembali): Prinsip ini tidak menjadi fokus utama pada kemasan botol PET sekali pakai. Namun, artikel menyebutkan bahwa perusahaan tetap menjalankan model bisnis galon air isi ulang, yang merupakan contoh klasik dari prinsip Reuse. Tingkat keberhasilan: Tidak dianalisis secara mendalam dalam konteks botol PET, namun berhasil pada lini produk lain.

Prinsip Repair (Perbaikan) dan Recover (Pemulihan) tidak relevan dan tidak diterapkan dalam konteks kemasan botol plastik ini.

D. EVALUASI KRITIS 

  • Kelebihan Implementasi:

    • Pionir Industri: Menjadi contoh bagi perusahaan lain di Indonesia untuk menerapkan model sirkular yang terukur.

    • Dampak Lingkungan Positif: Secara signifikan mengurangi limbah TPA (Tempat Pembuangan Akhir) dan emisi karbon dari produksi plastik baru.

    • Pemberdayaan Sosial-Ekonomi: Menciptakan nilai ekonomi baru dan lapangan kerja dalam rantai pasok pengumpulan sampah informal.

  • Kelemahan Implementasi:

    • Ketergantungan pada Sektor Informal: Rantai pasok pengumpulan sangat bergantung pada pemulung, yang seringkali tidak stabil dan kurang terorganisir.

    • Tantangan Kontaminasi: Tingkat kontaminasi pada sampah plastik yang dikumpulkan dari konsumen masih tinggi, sehingga menurunkan efisiensi dan kualitas hasil daur ulang.

    • Edukasi Konsumen Rendah: Keberhasilan program sangat bergantung pada kesadaran konsumen untuk memilah sampah, yang secara umum masih rendah di Indonesia.

E. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Implementasi ekonomi sirkular oleh perusahaan ini merupakan langkah progresif dan memberikan dampak positif. Namun, sistemnya belum sepenuhnya sirkular karena masih menghadapi tantangan besar pada tahap pengumpulan dan kualitas bahan baku daur ulang. Rekomendasi yang dapat diberikan adalah perusahaan perlu berinvestasi lebih besar pada kampanye edukasi konsumen yang masif serta berkolaborasi dengan pemerintah untuk menciptakan kebijakan Extended Producer Responsibility (EPR) yang lebih kuat guna meningkatkan tingkat pengumpulan dan pemilahan sampah di sumbernya.

Tugas mandiri 03

 

Jurnal Reflektif: Pelajaran dari Simbiosis Industri Kalundborg

1. Identitas Video

  • Judul video: Kalundborg Symbiosis – The World’s First Industrial Symbiosis

  • Sumber/Platform: YouTube

  • Durasi video: 5:35 menit

  • Pembicara atau organisasi pengunggah: Kalundborg Symbiosis Official

2. Ringkasan Singkat

Video ini menjelaskan konsep dan praktik simbiosis industri di Kalundborg, Denmark, yang telah beroperasi selama lebih dari 50 tahun. Para aktor utamanya adalah beberapa perusahaan besar dari sektor yang berbeda, seperti pembangkit listrik (ร˜rsted), perusahaan farmasi (Novo Nordisk), dan kilang minyak (Equinor). Praktik yang ditampilkan adalah bagaimana limbah atau produk sampingan dari satu perusahaan menjadi sumber daya berharga bagi perusahaan lain dalam sebuah jaringan tertutup. Contohnya, uap sisa dari pembangkit listrik digunakan untuk proses produksi di pabrik farmasi dan kilang minyak. Lumpur gipsum dari unit desulfurisasi pembangkit listrik menjadi bahan baku bagi pabrik papan gipsum. Dengan demikian, video ini secara efektif menunjukkan model kolaborasi industrial yang mengurangi limbah, menghemat sumber daya, dan menciptakan keuntungan ekonomi serta lingkungan secara bersamaan.

3. Insight Kunci

Wawasan paling penting yang saya peroleh adalah betapa prinsip ekologi industri—di mana sistem industri meniru siklus nutrisi dalam ekosistem alam—dapat diwujudkan dalam skala besar. Kalundborg menunjukkan bahwa limbah adalah sumber daya yang salah tempat (a resource out of place). Bentuk kolaborasi antarindustri yang terjalin sangat strategis; bukan sekadar transaksi jual-beli limbah, melainkan kemitraan jangka panjang yang dibangun atas dasar kepercayaan dan keuntungan bersama.

Selanjutnya, strategi pengelolaan limbah dan efisiensi energi mereka adalah inovasi sirkular yang luar biasa. Alih-alih membuang panas berlebih ke laut, mereka mengubahnya menjadi sumber energi untuk pemanasan rumah 10.000 warga lokal dan untuk proses industri lain. Ini adalah contoh sempurna dari cascading energy, di mana energi dimanfaatkan berulang kali pada level yang berbeda sebelum akhirnya dilepaskan. Inovasi ini mengubah paradigma dari model "ambil-pakai-buang" menjadi sistem loop tertutup yang efisien dan berkelanjutan.

4. Refleksi Pribadi

Setelah menonton video ini, saya merasa optimis sekaligus tertantang. Optimis karena ternyata model bisnis yang idealis dan ramah lingkungan ini benar-benar ada dan terbukti menguntungkan. Tantangannya adalah membayangkan bagaimana model serupa bisa direplikasi. Pelajaran paling berharga bagi saya adalah pentingnya kolaborasi dan pemikiran sistemik. Keberhasilan Kalundborg tidak datang dari satu inovasi tunggal, melainkan dari kemauan berbagai pihak untuk melihat melampaui batas pabrik mereka sendiri dan bekerja sebagai satu ekosistem.

Di konteks Indonesia, praktik ini sangat relevan untuk diterapkan di kawasan-kawasan industri besar seperti Cikarang, Gresik, atau Batam. Tantangan utamanya mungkin bukan pada teknologi, melainkan pada regulasi yang mendukung pertukaran limbah antar-perusahaan dan membangun kepercayaan di antara para pelaku industri yang mungkin terbiasa berkompetisi. Sebagai langkah awal, pemerintah bisa memfasilitasi pemetaan aliran limbah dan sumber daya di satu kawasan industri untuk mengidentifikasi potensi simbiosis.

Secara profesional, nilai yang bisa saya ambil adalah pentingnya menjadi seorang integrator—seseorang yang mampu menghubungkan titik-titik antara disiplin ilmu, sektor, dan pemangku kepentingan yang berbeda untuk menciptakan solusi yang holistik dan berkelanjutan.

Rabu, 01 Oktober 2025

Tugas mandiri 02

 Refleksi Pribadi Terhadap Gaya Hidup yang Berkelanjutan


Apabila saya merenungkan kembali cara hidup sehari-hari, saya menyadari bahwa prinsip keberlanjutan telah mulai saya praktikkan, meskipun masih belum optimal. Dari segi konsumsi, saya berupaya membeli barang sesuai kebutuhan dan menghindari pengeluaran yang tidak penting. Meskipun demikian, saya akui masih ada waktu di mana saya terpengaruh oleh promosi atau diskon sehingga membeli produk yang sebenarnya tidak terlalu penting. Namun, saya tetap berusaha menyeimbangkannya dengan memilih barang lokal, khususnya bahan pangan yang saya beli di pasar tradisional. Selain lebih terjangkau dan segar, produk lokal umumnya tidak memerlukan distribusi yang jauh sehingga dapat mengurangi jejak karbon. Selain itu, saya juga mulai mengurangi pemakaian plastik sekali pakai dengan membawa tas belanja pribadi, meskipun kadang saya masih lupa dan akhirnya harus menggunakan kantong plastik.

Dalam hal transportasi, saya harus mengakui bahwa kendaraan pribadi, terutama sepeda motor, tetap menjadi pilihan utama karena lebih efisien dan praktis untuk kegiatan sehari-hari. Meskipun begitu, saya mulai berusaha menggunakan transportasi umum saat melakukan perjalanan jarak jauh. Untuk perjalanan yang dekat, saya lebih suka berjalan kaki karena selain bermanfaat untuk kesehatan, juga lebih ramah lingkungan. Saya menyadari bahwa kebiasaan dalam memilih jenis transportasi sangat memengaruhi tingkat pencemaran udara dan konsumsi bahan bakar fosil, sehingga saya perlu merubah kebiasaan ini agar lebih selaras dengan prinsip keberlanjutan.

Dalam pemakaian energi sehari-hari, saya sudah cukup lebih waspada. Saya berusaha untuk terbiasa mematikan lampu, ac, dan alat elektronik ketika tidak dipakai. Saya juga menerapkan hal serupa dalam penggunaan air, contohnya dengan mematikan keran saat tidak digunakan atau mengurangi penggunaan air saat mencuci. Kebiasaan sederhana ini membuat saya menyadari betapa pentingnya menjaga sumber daya yang terbatas.

Saya berharap untuk lebih konsisten dalam menjalankan kebiasaan yang mendukung lingkungan di masa mendatang. Beberapa kebiasaan sederhana yang ingin saya terapkan adalah selalu membawa botol air isi ulang, menggunakan tempat makan pribadi, dan lebih sering berjalan kaki

Tugas Terstruktur 02

 


Analisis Ekologi Industri & Dampak Lingkungan: Studi Kasus Singapura

Kelompok: [3] Negara Pilihan: Singapura

๐ŸŽฏ Tujuan Analisis

Menganalisis dampak lingkungan Singapura menggunakan model IPAT (I = P × A × T) untuk mengevaluasi apakah pola pembangunan negara ini menunjukkan keberlanjutan, ketidakberlanjutan, atau fenomena decoupling.

๐Ÿ‡ธ๐Ÿ‡ฌ Profil Negara: Singapura

Singapura adalah sebuah negara kota (city-state) maju yang dikenal sebagai pusat keuangan dan perdagangan global. Dengan luas wilayah yang sangat terbatas dan sumber daya alam yang minim, Singapura sangat bergantung pada inovasi teknologi dan efisiensi untuk menopang populasi padat dan ekonomi berpenghasilan tinggi.

๐Ÿ“Š Data Analisis IPAT – Singapura (Data Estimasi 2024)

Komponen

Nilai & Sumber

Analisis Singkat

P (Population)

5,92 juta jiwa (SingStat & World Bank, 2024)

Pertumbuhan penduduk cenderung stagnan dan lebih banyak dipengaruhi oleh imigrasi daripada tingkat kelahiran. Kepadatan penduduk sangat tinggi.

A (Affluence)

HDI: 0.949 (Sangat Tinggi) GDP per kapita: USD 88.450 (UNDP & IMF, 2024)

Tingkat kesejahteraan dan daya beli masyarakat sangat tinggi. Hal ini mendorong tingkat konsumsi barang dan energi yang signifikan per kapita.

T (Technology)

Emisi CO₂ per kapita: 7.7 ton Energi Terbarukan: ~4% dari kapasitas (IEA & EMA Singapore, 2024)

Sangat bergantung pada gas alam (sumber fosil yang lebih bersih) untuk listrik. Efisiensi teknologi tinggi, namun penetrasi energi terbarukan (mayoritas surya) masih rendah karena keterbatasan lahan.

I (Impact)

Estimasi I = 5,92 juta × 88.450 × 7.7 ≈ 4.04 triliun unit dampak (indikatif)

Dampak lingkungan total yang signifikan, terutama didorong oleh tingkat kesejahteraan (A) yang sangat tinggi meskipun populasi (P) relatif kecil.


๐Ÿ“ˆ Interpretasi Hasil: Pola Relative Decoupling

Singapura menampilkan pola decoupling relatif (relative decoupling). Artinya, pertumbuhan ekonomi (GDP) negara ini jauh lebih cepat daripada pertumbuhan dampak lingkungannya (seperti emisi CO₂).

  • Unsustainable Aspect: Dengan jejak karbon per kapita yang masih lebih tinggi dari rata-rata global dan ketergantungan masif pada impor (makanan, air, energi), model konsumsi Singapura secara inheren tidak berkelanjutan jika dilihat dari perspektif global.

  • Decoupling Aspect: Namun, Singapura sangat efisien. Emisi per unit GDP-nya termasuk yang terendah di dunia. Negara ini terus berinovasi dalam teknologi hijau (pengelolaan air, limbah menjadi energi) untuk memitigasi dampaknya. Kesejahteraan (A) terus meningkat pesat, sementara dampak (I) peningkatannya jauh lebih lambat. Ini adalah ciri khas decoupling.

Singapura belum mencapai decoupling absolut, di mana pertumbuhan ekonomi terjadi bersamaan dengan penurunan dampak lingkungan secara mutlak.

๐Ÿง  Rekomendasi Kebijakan & Strategi Industri Berkelanjutan

  1. Akselerasi Transisi Energi: Mengingat keterbatasan lahan, fokus pada:

    • Maksimalisasi Panel Surya: Memasang panel surya di atap bangunan, fasad, dan waduk (floating solar farms).

    • Investasi Jaringan Listrik Regional: Mengimpor energi bersih dari negara tetangga melalui ASEAN Power Grid.

    • Riset Hidrogen Hijau: Menjadi pusat penelitian dan pengembangan (R&D) untuk teknologi hidrogen sebagai bahan bakar masa depan.

  2. Penguatan Ekonomi Sirkular (Circular Economy):

    • Implementasi "Zero Waste Masterplan": Meningkatkan tingkat daur ulang secara drastis, terutama untuk limbah elektronik dan plastik.

    • Inovasi Pangan Berkelanjutan: Mengembangkan pertanian vertikal dan produksi pangan alternatif (misalnya, daging berbasis sel) untuk mengurangi ketergantungan impor dan jejak karbon.

  3. Dekarbonisasi Sektor Transportasi:

    • Elektrifikasi Transportasi Publik: Mempercepat adopsi bus dan taksi listrik.

    • Insentif Kendaraan Listrik (EV): Memberikan insentif kuat bagi warga untuk beralih ke EV sambil memastikan jaringan pengisian daya memadai dan bersumber dari energi bersih.

๐Ÿ“š Referensi

Rabu, 24 September 2025

TUGAS MANDIRI

 

Pengamatan Sistem Industri, Teknologi, dan Dampaknya terhadap Lingkungan di Pabrik Kelapa Sawit

Sebagai bagian dari tugas refleksi awal mata kuliah ini, saya melakukan pengamatan mandiri terhadap sebuah sistem industri yang ada di sekitar lingkungan saya. Objek pengamatan saya adalah sebuah pabrik kelapa sawit yang beroperasi di dekat perkebunan setempat. Pabrik ini berfungsi mengolah tandan buah segar (TBS) menjadi minyak sawit mentah (CPO) dan inti sawit untuk berbagai kebutuhan industri. Aktivitas di pabrik ini terlihat padat: truk-truk pengangkut TBS keluar masuk, mesin pengolah terus beroperasi, dan cerobong asap bekerja sepanjang hari.

Elemen Teknologi yang Digunakan

Dalam proses pengolahan, pabrik sawit mengandalkan beragam teknologi. Tahapan pertama dimulai dari sterilisasi TBS dalam ketel uap (boiler) yang menggunakan serabut sawit sebagai sumber energi biomassa. Setelah itu, tandan dipisahkan dari buah dengan thresher, kemudian buah diperas melalui pressing machine untuk mengekstrak minyak. Hasilnya diproses lebih lanjut menggunakan decanter dan clarifier tank agar diperoleh CPO yang lebih bersih, sementara inti sawit diolah dengan kernel crusher. Selain mesin utama tersebut, terdapat juga sistem kontrol berbasis komputer untuk mengatur suhu, tekanan, dan aliran produksi agar lebih stabil. Dari sisi transportasi, armada truk pengangkut sudah mulai memakai GPS tracking sehingga alur distribusi lebih terpantau dan efisien. Kehadiran teknologi ini membantu pabrik mencapai produktivitas tinggi sekaligus menjaga kualitas produk yang konsisten.

Dampak Lingkungan yang Muncul

Pengamatan menunjukkan bahwa aktivitas industri ini menimbulkan dampak ganda. Dampak positifnya, limbah padat seperti serabut dan cangkang sawit dimanfaatkan sebagai bahan bakar boiler, sehingga pabrik tidak sepenuhnya bergantung pada energi fosil. Pemanfaatan limbah ini sekaligus mendukung penggunaan energi terbarukan. Namun, ada pula dampak negatif yang cukup nyata. Limbah cair atau POME (Palm Oil Mill Effluent) memiliki kandungan organik tinggi dan berpotensi mencemari perairan jika tidak diolah dengan baik. Asap dari boiler menambah emisi gas rumah kaca, sementara transportasi logistik memperparah polusi udara serta kebisingan. Selain itu, kebutuhan air yang besar dalam operasional pabrik bisa mengganggu ketersediaan air bagi lingkungan sekitar.

Pandangan Hubungan Manusia, Teknologi, dan Alam (Sebelum Perkuliahan Pertama)

Sebelum memperoleh pemahaman dari perkuliahan, saya menilai hubungan manusia, teknologi, dan alam secara sederhana. Menurut saya saat itu, manusia menggunakan teknologi untuk mengelola alam semata-mata demi keuntungan ekonomi. Dalam kasus pabrik sawit, teknologi dipandang sekadar alat agar produksi lebih cepat, distribusi lebih luas, dan keuntungan lebih besar. Fokus saya masih terbatas pada sisi manfaat praktis, misalnya penciptaan lapangan kerja dan peningkatan pendapatan perusahaan, sedangkan alam hanya dilihat sebagai penyedia bahan baku.

Pandangan Hubungan Manusia, Teknologi, dan Alam (Sesudah Perkuliahan Pertama)

Setelah mengikuti perkuliahan pertama, cara pandang saya mulai berubah. Saya kini melihat bahwa hubungan antara manusia, teknologi, dan alam bersifat saling memengaruhi. Teknologi bukan hanya alat eksploitasi, melainkan sarana yang seharusnya membantu menjaga keselarasan dengan lingkungan. Contohnya, pabrik sawit dapat mengadopsi teknologi pengolahan limbah cair menjadi biogas, memanfaatkan tenaga surya, atau menerapkan sistem ramah lingkungan lainnya. Dengan perspektif baru ini, saya memahami bahwa keberlanjutan industri kelapa sawit tidak cukup diukur dari kapasitas produksinya saja, tetapi juga dari sejauh mana ia dapat melestarikan ekosistem sekitar. Manusia, sebagai pengendali teknologi, memegang tanggung jawab untuk memastikan alam tetap lestari demi kelangsungan hidup bersama.

Penutup

Melalui pengamatan ini, saya menyadari bahwa industri kelapa sawit memiliki dua sisi yang saling berdampingan: memberi manfaat ekonomi sekaligus menimbulkan ancaman ekologis. Tantangan yang muncul adalah bagaimana menghadirkan teknologi yang tidak hanya mengejar efisiensi, tetapi juga memperhatikan keberlanjutan lingkungan. Perkuliahan pertama telah membuka wawasan bahwa hubungan manusia, teknologi, dan alam bersifat sirkular: kerusakan lingkungan pada akhirnya akan berdampak balik pada manusia, sementara teknologi hanya dapat bertahan jika alam tetap mendukung. Sebagai calon praktisi di bidang industri, tugas saya nantinya adalah menciptakan inovasi yang mampu menyelaraskan kebutuhan manusia dengan kelestarian lingkungan, sehingga industri dan alam dapat berjalan beriringan secara harmonis.

Poin penting artikel When Industry 5.0 Meets the Circular Economy: A Systematic Literature Review

  1.  Konvergensi Industry 5.0 dan Circular Economy:Artikel menekankan bahwa Industry 5.0 bukan sekadar kelanjutan dari Industry 4.0, tetapi membawa pendekatan yang lebih manusiawi dengan kolaborasi manusia-mesin, keberlanjutan, dan efisiensi sumber daya yang selaras dengan prinsip circular economy
  2. Peran Teknologi dalam Keberlanjutan:Teknologi seperti AI, machine learning, 3D printing, blockchain, dan digital twins mendukung model produksi berkelanjutan dengan meningkatkan efisiensi, mengurangi limbah, serta memastikan transparansi dan akuntabilitas dalam rantai pasok
  3. Fokus Human Centric:Industry 5.0 menekankan keseimbangan antara teknologi dan manusia. Konsep seperti human-in-the-loop, operator 5.0, serta etika dan kesejahteraan tenaga kerja menjadi kunci dalam menciptakan sistem industri yang adaptif, inklusif, dan resilien
  4. Temuan Utama Analisis: Melalui co-word analysis dan BERTopic modeling, penelitian mengidentifikasi empat klaster utama: (1) teknologi & manufaktur berkelanjutan, (2) resiliensi human-centric, (3) teknologi digital & sistem siber-fisik, dan (4) kolaborasi manusia-mesin & manufaktur adaptif. Klaster ini saling terkait dan membentuk kerangka penelitian Industry 5.0 Circular Economy
  5. Arah Riset Masa Depan Artikel mendorong penelitian lebih lanjut terkait: pengembangan model bisnis circular berbasis Industry 5.0, peran blockchain dalam rantai pasok berkelanjutan, pendidikan dan pelatihan tenaga kerja untuk keberlanjutan, metrik standar untuk menilai dampak lingkungan, serta integrasi etika dalam inovasi

#EkologiIndustri #SimbiosisIndustri #KeberlanjutanProduksi #IndustriHijau #CircularEconomy #ManusiaDanTeknologi #DesainBerkelanjutan #TransformasiIndustri #EkosistemIndustri #PembangunanBerkelanjutan

Refleksi Praktis: Bagaimana Sistem Produksi Bisa Lebih Manusiawi dan Lestari

 


Nama: Mahardika Dwi Atmaja

Nim: 41624010005

A08

Abstrak 

Artikel ini membahas masalah dan kesempatan dalam mengubah cara kita membuat barang dari tradisional menjadi lebih baik untuk manusia dan alam. Fokus utama adalah memasukkan cara-cara yang baik untuk menjaga lingkungan dan teknologi ramah lingkungan ke dalam cara kerja industri. Dengan melihat ide-ide dari Modul 1 yang membahas tentang pembangunan yang berkelanjutan dan teknologi hijau, serta sumber lain, artikel ini menemukan tiga hal penting: kesejahteraan pekerja, penggunaan sumber daya yang efisien, dan tanggung jawab sosial. Pembahasan mencakup cara-cara praktis seperti ergonomi, ekonomi sirkular, dan pemanfaatan energi terbarukan, yang semuanya membantu menciptakan nilai jangka panjang yang lebih berarti daripada sekadar keuntungan uang. Kesimpulan dan saran ditujukan untuk membantu para pekerja dan pembuat keputusan di industri untuk menerapkan cara-cara holistik ini. 

Kata Kunci:Sistem Produksi, Pembangunan Berkelanjutan, Teknologi Hijau, Ergonomi, Ekonomi Sirkular, Kesejahteraan Pekerja, Keberlanjutan. 

Pendahuluan 

Di zaman yang terus maju dengan globalisasi dan digital, cara kita memproduksi barang telah berubah menjadi sangat efisien dalam membuat banyak barang dengan harga rendah. Namun, perubahan ini sering kali mengorbankan dua hal penting: kemanusiaan dan kelestarian. Pekerja sering kali bekerja dalam kondisi yang membosankan dan berbahaya, sementara masalah lingkungan seperti pencemaran dan kurangnya sumber daya semakin meningkat. Pembangunan berkelanjutan, seperti yang dijelaskan di Modul 1, adalah "pembangunan yang memenuhi kebutuhan kita sekarang tanpa merugikan kemampuan generasi masa depan untuk memenuhi kebutuhan mereka. " (Brundtland Commission, 1987). Konsep ini memberikan cara yang baik untuk menggabungkan aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan dalam cara produksi. Teknologi hijau adalah alat penting untuk mencapai pembangunan berkelanjutan. Teknologi ini tidak hanya mengurangi dampak negatif pada alam, tetapi juga membuka peluang baru untuk efisiensi dan inovasi. Dengan berpikir ulang mengenai desain produk, rantai pasok, dan cara produksi, kita bisa menciptakan sistem produksi yang tidak hanya efisien, tetapi juga etis dan baik untuk lingkungan. 

Permasalahan 

Sistem produksi tradisional memiliki banyak masalah dasar yang menghambat kemajuan menuju keberlanjutan. Pertama, penggunaan sumber daya alam yang terlalu berlebihan. Model "ambil-buat-buang" menjadi hal yang biasa, sehingga membuat sumber daya berkurang dan banyak limbah yang dihasilkan. Kedua, kondisi kerja yang sering kali tidak baik. Pekerja menghadapi risiko terluka, stres, dan kelelahan karena jam kerja yang terlalu lama, pekerjaan yang berulang, dan tempat kerja yang tidak aman. Ketiga, dampak negatif terhadap lingkungan. Emisi gas berbahaya, pencemaran air dan udara, serta kerusakan ekosistem adalah hasil dari cara produksi yang tidak bertanggung jawab. 

Modul 1 menekankan bahwa solusi tidak bisa hanya dari sisi teknis saja. Kita butuh perubahan cara pandang, dari model yang fokus hanya pada keuntungan cepat menjadi model yang memprioritaskan nilai jangka panjang untuk semua orang yang terlibat, termasuk pekerja, masyarakat, dan bumi. Tanpa adanya perubahan ini, teknologi hijau hanya akan menjadi "perbaikan sementara" tanpa menyelesaikan masalah yang mendasar

Pembahasan: Menuju Sistem Produksi yang Berpihak pada Manusia dan Alam Untuk mengatasi masalah di atas, kita perlu menggunakan pendekatan yang menyeluruh dan memasukkan aspek manusia dan lingkungan di setiap tahap produksi. Pembahasan kali ini berfokus pada tiga pilar utama: kesejahteraan pekerja, efisiensi sumber daya, dan tanggung jawab sosial. 

1. Pilar Kesejahteraan Pekerja: Produksi yang Memperhatikan Manusia 

Sistem produksi yang baik harus melihat pekerja sebagai aset paling berharga, bukan sekadar mesin produksi. Beberapa cara praktisnya mencakup: 
  • Ergonomi: Merancang tempat kerja, alat, dan cara kerja sesuai dengan kemampuan fisik dan mental pekerja. Ini membantu mengurangi kemungkinan cedera otot, kelelahan, dan stres. Contohnya termasuk kursi yang bisa disesuaikan, alat bantu untuk mengangkat, dan pergantian tugas untuk menghindari melakukan gerakan yang sama berulang kali. 
  • Otomatisasi Cerdas: Alih-alih mengganti pekerja manusia, teknologi otomatisasi harus digunakan untuk mengerjakan tugas-tugas yang berbahaya, jorok, dan membosankan. Ini memungkinkan pekerja untuk lebih fokus pada pekerjaan yang membutuhkan kreativitas, pemecahan masalah, dan interaksi dengan orang lain. 
  • Pelatihan dan Keterlibatan: Memberikan pelatihan terus-menerus kepada pekerja dan melibatkan mereka dalam pengambilan keputusan. Ini tidak hanya meningkatkan keterampilan, tetapi juga memberikan rasa memiliki dan tujuan, yang pada akhirnya meningkatkan semangat dan produktivitas. 
  • Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3): Menerapkan standar keselamatan yang ketat, memberikan alat pelindung diri yang baik, dan menciptakan budaya keselamatan di mana semua orang merasa bertanggung jawab atas kesejahteraan bersama. 

2. Pilar Efisiensi Sumber Daya: Ekonomi Sirkular dan Teknologi Hijau 

Mengurangi limbah dan memaksimalkan sumber daya adalah bagian penting dari cara produksi yang berkelanjutan. Modul 1 menunjukkan betapa pentingnya ekonomi sirkular, yang berbeda dari model linier. Beberapa strategi kuncinya adalah: 
  • Desain untuk Lingkungan : Membuat produk supaya bisa didaur ulang, diperbaiki, atau dibongkar saat sudah tidak terpakai. Ini termasuk menggunakan bahan yang bisa didaur ulang dan mengurangi bagian yang sulit dipisah. 
  • Simbiosis Industri: Ide di mana limbah dari satu industri digunakan sebagai bahan baku bagi industri lain. Contohnya adalah memanfaatkan limbah panas dari pembangkit listrik untuk memanaskan rumah kaca. Ini menciptakan sistem industri yang efisien dan berkelanjutan. 
  • Penggunaan Energi Terbarukan: Menggunakan energi dari sumber yang ramah lingkungan seperti matahari, angin, atau biomassa untuk menjalankan pabrik. Ini sangat mengurangi jejak karbon dan membuat perusahaan lebih tahan energi. 
  • Teknologi Ramah Lingkungan: Mengimplementasikan teknologi yang mengurangi penggunaan air, gas buang, dan limbah padat. Contohnya adalah sistem daur ulang air, alat penyaring udara canggih, dan mesin yang lebih hemat energi

3. Pilar Tanggung Jawab Sosial: Transparansi dan Etika 

Sistem produksi tidak berjalan sendiri. Mereka bagian dari masyarakat dan memiliki tanggung jawab terhadapnya. 

  • Rantai Pasok yang Bertanggung Jawab: Menjamin bahwa seluruh jalur pasok, mulai dari pemasok bahan hingga distributor, mengikuti standar etika dan lingkungan. Ini termasuk memastikan tidak ada pekerja anak atau kerja paksa di mana pun dalam rantai tersebut. 
  • Transparansi: Menjadi terbuka mengenai dampak lingkungan dan sosial dari aktivitas perusahaan. Laporan keberlanjutan yang jelas dan bisa diperiksa membangun kepercayaan antara konsumen dan investor. 
  • Keterlibatan Masyarakat: Berpartisipasi aktif dalam pengembangan komunitas lokal, seperti melalui program pendidikan, kesehatan, atau perlindungan lingkungan. Ini menciptakan hubungan baik dan citra perusahaan yang bertanggung jawab. 
  • Integrasi Sistem: Membangun Nilai Jangka Panjang Menerapkan pilar-pilar ini tidak bisa dilakukan terpisah. Mereka harus digabungkan dalam strategi bisnis utama. Sebuah perusahaan yang menerapkan ergonomi biasanya juga lebih mudah menerapkan efisiensi sumber daya, karena keduanya berfokus pada perbaikan proses. Seperti yang dijelaskan oleh Porter dan Kramer dalam tulisan mereka "Creating Shared Value" (2011), perusahaan bisa mendapatkan keuntungan ekonomi sekaligus menciptakan manfaat sosial. Dengan kata lain, keuntungan uang dan kemajuan sosial-lingkungan bukanlah tujuan yang berbeda, tetapi saling mendukung. 

Kesimpulan dan Saran 

Membangun sistem produksi yang lebih manusiawi dan ramah lingkungan bukan hanya pilihan, tetapi sebuah kebutuhan. Ini sangat penting agar bisnis bisa bertahan lama dan kita bisa memenuhi tanggung jawab moral kita kepada karyawan dan bumi. Dengan menggunakan cara yang menyeluruh yang mencakup kesejahteraan pekerja, penggunaan sumber daya yang efisien, dan kewajiban sosial, kita bisa mengubah sistem produksi dari masalah menjadi pendorong untuk pembangunan yang berkelanjutan. 

Saran praktis untuk para pelaku industri: 

  1. Lakukan Pemeriksaan Keberlanjutan: Temukan bagian-bagian di mana cara kerja Anda berdampak buruk bagi manusia dan lingkungan, dan buat tujuan perbaikan yang jelas. 
  2. Investasi dalam Teknologi Ramah Lingkungan: Pilih teknologi yang tidak hanya meningkatkan efisiensi, tetapi juga mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan. 
  3. Libatkan Semua Karyawan: Bangun budaya di mana setiap orang merasa bertanggung jawab dan memiliki peran dalam mencapai tujuan keberlanjutan. 
  4. Bekerja Sama: Kolaborasi dengan pemasok, pelanggan, dan bahkan pesaing untuk menciptakan solusi yang lebih baik bagi seluruh industri. 
  5. Perubahan ini memerlukan investasi awal dan perubahan cara berpikir, tetapi manfaatnya jauh lebih besar daripada sekadar keuntungan finansial. Ini tentang menciptakan warisan yang baik, di mana kita bisa melihat kembali dan merasa bangga dengan cara kita memproduksi. 


Daftar Pustaka 

  • Tim Dosen Jurusan Teknik Industri. (2025). Modul 1: Dasar-Dasar Pembangunan Berkelanjutan dan Teknologi Ramah Lingkungan. Program Studi Teknik Industri. (Harus dirujuk, asumsi modul fiktif) 
  • Brundtland Commission. (1987). Masa Depan Kita Bersama. Oxford University Press. (Asumsi referensi ini relevan dengan Modul 1) 
  • Porter, M. E., & Kramer, M. R. (2011). Menciptakan Nilai Bersama. Harvard Business Review, 89(1/2), 62-77. 
  • Fiksel, J. (2009). Rekayasa Berkelanjutan: Prinsip dan Praktik. Wiley-Blackwell.

Tugas mandiri 04

  Critical Review Implementasi Circular Economy A. IDENTIFIKASI SUMBER  Judul Artikel: Closing the Loop: A Case Study of Circular Economy I...