Rabu, 22 Oktober 2025

Tugas mandiri 04

 

Critical Review Implementasi Circular Economy

A. IDENTIFIKASI SUMBER 

  • Judul Artikel: Closing the Loop: A Case Study of Circular Economy Implementation in PET Bottle Packaging by a Beverage Company in Indonesia.

  • Penulis/Institusi Penerbit: Wijaya, S. and Pramono, R.

  • Tahun Publikasi: 2023

  • Sumber (Nama Jurnal): Journal of Cleaner Production, Volume 385.

B. RINGKASAN EKSEKUTIF 

Studi kasus ini meneliti implementasi strategi ekonomi sirkular oleh sebuah perusahaan minuman terkemuka di Indonesia, yang difokuskan pada program daur ulang botol PET (Polyethylene terephthalate) mereka. Latar belakang penelitian adalah meningkatnya masalah sampah plastik di Indonesia dan tekanan regulasi serta konsumen terhadap tanggung jawab produsen. Tujuan utamanya adalah untuk menganalisis efektivitas model closed-loop recycling, di mana botol bekas dikumpulkan dan diolah kembali menjadi botol baru. Metodologi yang digunakan adalah studi kasus kualitatif, dengan mengumpulkan data dari laporan keberlanjutan perusahaan, wawancara dengan manajer rantai pasok, dan observasi pada fasilitas pengumpulan. Temuan utama menunjukkan bahwa program ini berhasil meningkatkan tingkat pengumpulan botol bekas sebesar 40% dalam dua tahun dan mengurangi penggunaan resin plastik murni hingga 25% pada produk botol barunya.

C. ANALISIS PRINSIP CIRCULAR ECONOMY 

Dalam studi kasus ini, beberapa prinsip 5R diterapkan dengan tingkat keberhasilan yang bervariasi:

  1. Recycle (Daur Ulang): Ini adalah prinsip utama yang diimplementasikan. Perusahaan membangun ekosistem pengumpulan melalui kemitraan dengan bank sampah dan pemulung lokal untuk menyerap kembali botol PET pasca-konsumsi. Botol-botol ini kemudian diolah di fasilitas daur ulang menjadi serpihan rPET (recycled PET) berkualitas tinggi yang digunakan sebagai bahan baku botol baru. Tingkat keberhasilan: Tinggi. Implementasi ini menjadi inti dari model bisnis sirkular mereka dan berhasil mengurangi jejak karbon serta ketergantungan pada bahan baku fosil.

  2. Reduce (Mengurangi): Prinsip ini diterapkan melalui inovasi desain kemasan. Perusahaan melakukan lightweighting, yaitu mengurangi berat gram plastik pada setiap botol tanpa mengorbankan kualitas dan keamanannya. Hal ini secara langsung mengurangi jumlah total plastik yang masuk ke pasar. Tingkat keberhasilan: Sedang. Meskipun efektif, terdapat batasan teknis mengenai seberapa tipis botol dapat dibuat, sehingga potensi pengurangannya terbatas.

  3. Reuse (Menggunakan Kembali): Prinsip ini tidak menjadi fokus utama pada kemasan botol PET sekali pakai. Namun, artikel menyebutkan bahwa perusahaan tetap menjalankan model bisnis galon air isi ulang, yang merupakan contoh klasik dari prinsip Reuse. Tingkat keberhasilan: Tidak dianalisis secara mendalam dalam konteks botol PET, namun berhasil pada lini produk lain.

Prinsip Repair (Perbaikan) dan Recover (Pemulihan) tidak relevan dan tidak diterapkan dalam konteks kemasan botol plastik ini.

D. EVALUASI KRITIS 

  • Kelebihan Implementasi:

    • Pionir Industri: Menjadi contoh bagi perusahaan lain di Indonesia untuk menerapkan model sirkular yang terukur.

    • Dampak Lingkungan Positif: Secara signifikan mengurangi limbah TPA (Tempat Pembuangan Akhir) dan emisi karbon dari produksi plastik baru.

    • Pemberdayaan Sosial-Ekonomi: Menciptakan nilai ekonomi baru dan lapangan kerja dalam rantai pasok pengumpulan sampah informal.

  • Kelemahan Implementasi:

    • Ketergantungan pada Sektor Informal: Rantai pasok pengumpulan sangat bergantung pada pemulung, yang seringkali tidak stabil dan kurang terorganisir.

    • Tantangan Kontaminasi: Tingkat kontaminasi pada sampah plastik yang dikumpulkan dari konsumen masih tinggi, sehingga menurunkan efisiensi dan kualitas hasil daur ulang.

    • Edukasi Konsumen Rendah: Keberhasilan program sangat bergantung pada kesadaran konsumen untuk memilah sampah, yang secara umum masih rendah di Indonesia.

E. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Implementasi ekonomi sirkular oleh perusahaan ini merupakan langkah progresif dan memberikan dampak positif. Namun, sistemnya belum sepenuhnya sirkular karena masih menghadapi tantangan besar pada tahap pengumpulan dan kualitas bahan baku daur ulang. Rekomendasi yang dapat diberikan adalah perusahaan perlu berinvestasi lebih besar pada kampanye edukasi konsumen yang masif serta berkolaborasi dengan pemerintah untuk menciptakan kebijakan Extended Producer Responsibility (EPR) yang lebih kuat guna meningkatkan tingkat pengumpulan dan pemilahan sampah di sumbernya.

Tugas mandiri 03

 

Jurnal Reflektif: Pelajaran dari Simbiosis Industri Kalundborg

1. Identitas Video

  • Judul video: Kalundborg Symbiosis – The World’s First Industrial Symbiosis

  • Sumber/Platform: YouTube

  • Durasi video: 5:35 menit

  • Pembicara atau organisasi pengunggah: Kalundborg Symbiosis Official

2. Ringkasan Singkat

Video ini menjelaskan konsep dan praktik simbiosis industri di Kalundborg, Denmark, yang telah beroperasi selama lebih dari 50 tahun. Para aktor utamanya adalah beberapa perusahaan besar dari sektor yang berbeda, seperti pembangkit listrik (Ørsted), perusahaan farmasi (Novo Nordisk), dan kilang minyak (Equinor). Praktik yang ditampilkan adalah bagaimana limbah atau produk sampingan dari satu perusahaan menjadi sumber daya berharga bagi perusahaan lain dalam sebuah jaringan tertutup. Contohnya, uap sisa dari pembangkit listrik digunakan untuk proses produksi di pabrik farmasi dan kilang minyak. Lumpur gipsum dari unit desulfurisasi pembangkit listrik menjadi bahan baku bagi pabrik papan gipsum. Dengan demikian, video ini secara efektif menunjukkan model kolaborasi industrial yang mengurangi limbah, menghemat sumber daya, dan menciptakan keuntungan ekonomi serta lingkungan secara bersamaan.

3. Insight Kunci

Wawasan paling penting yang saya peroleh adalah betapa prinsip ekologi industri—di mana sistem industri meniru siklus nutrisi dalam ekosistem alam—dapat diwujudkan dalam skala besar. Kalundborg menunjukkan bahwa limbah adalah sumber daya yang salah tempat (a resource out of place). Bentuk kolaborasi antarindustri yang terjalin sangat strategis; bukan sekadar transaksi jual-beli limbah, melainkan kemitraan jangka panjang yang dibangun atas dasar kepercayaan dan keuntungan bersama.

Selanjutnya, strategi pengelolaan limbah dan efisiensi energi mereka adalah inovasi sirkular yang luar biasa. Alih-alih membuang panas berlebih ke laut, mereka mengubahnya menjadi sumber energi untuk pemanasan rumah 10.000 warga lokal dan untuk proses industri lain. Ini adalah contoh sempurna dari cascading energy, di mana energi dimanfaatkan berulang kali pada level yang berbeda sebelum akhirnya dilepaskan. Inovasi ini mengubah paradigma dari model "ambil-pakai-buang" menjadi sistem loop tertutup yang efisien dan berkelanjutan.

4. Refleksi Pribadi

Setelah menonton video ini, saya merasa optimis sekaligus tertantang. Optimis karena ternyata model bisnis yang idealis dan ramah lingkungan ini benar-benar ada dan terbukti menguntungkan. Tantangannya adalah membayangkan bagaimana model serupa bisa direplikasi. Pelajaran paling berharga bagi saya adalah pentingnya kolaborasi dan pemikiran sistemik. Keberhasilan Kalundborg tidak datang dari satu inovasi tunggal, melainkan dari kemauan berbagai pihak untuk melihat melampaui batas pabrik mereka sendiri dan bekerja sebagai satu ekosistem.

Di konteks Indonesia, praktik ini sangat relevan untuk diterapkan di kawasan-kawasan industri besar seperti Cikarang, Gresik, atau Batam. Tantangan utamanya mungkin bukan pada teknologi, melainkan pada regulasi yang mendukung pertukaran limbah antar-perusahaan dan membangun kepercayaan di antara para pelaku industri yang mungkin terbiasa berkompetisi. Sebagai langkah awal, pemerintah bisa memfasilitasi pemetaan aliran limbah dan sumber daya di satu kawasan industri untuk mengidentifikasi potensi simbiosis.

Secara profesional, nilai yang bisa saya ambil adalah pentingnya menjadi seorang integrator—seseorang yang mampu menghubungkan titik-titik antara disiplin ilmu, sektor, dan pemangku kepentingan yang berbeda untuk menciptakan solusi yang holistik dan berkelanjutan.

Rabu, 01 Oktober 2025

Tugas mandiri 02

 Refleksi Pribadi Terhadap Gaya Hidup yang Berkelanjutan


Apabila saya merenungkan kembali cara hidup sehari-hari, saya menyadari bahwa prinsip keberlanjutan telah mulai saya praktikkan, meskipun masih belum optimal. Dari segi konsumsi, saya berupaya membeli barang sesuai kebutuhan dan menghindari pengeluaran yang tidak penting. Meskipun demikian, saya akui masih ada waktu di mana saya terpengaruh oleh promosi atau diskon sehingga membeli produk yang sebenarnya tidak terlalu penting. Namun, saya tetap berusaha menyeimbangkannya dengan memilih barang lokal, khususnya bahan pangan yang saya beli di pasar tradisional. Selain lebih terjangkau dan segar, produk lokal umumnya tidak memerlukan distribusi yang jauh sehingga dapat mengurangi jejak karbon. Selain itu, saya juga mulai mengurangi pemakaian plastik sekali pakai dengan membawa tas belanja pribadi, meskipun kadang saya masih lupa dan akhirnya harus menggunakan kantong plastik.

Dalam hal transportasi, saya harus mengakui bahwa kendaraan pribadi, terutama sepeda motor, tetap menjadi pilihan utama karena lebih efisien dan praktis untuk kegiatan sehari-hari. Meskipun begitu, saya mulai berusaha menggunakan transportasi umum saat melakukan perjalanan jarak jauh. Untuk perjalanan yang dekat, saya lebih suka berjalan kaki karena selain bermanfaat untuk kesehatan, juga lebih ramah lingkungan. Saya menyadari bahwa kebiasaan dalam memilih jenis transportasi sangat memengaruhi tingkat pencemaran udara dan konsumsi bahan bakar fosil, sehingga saya perlu merubah kebiasaan ini agar lebih selaras dengan prinsip keberlanjutan.

Dalam pemakaian energi sehari-hari, saya sudah cukup lebih waspada. Saya berusaha untuk terbiasa mematikan lampu, ac, dan alat elektronik ketika tidak dipakai. Saya juga menerapkan hal serupa dalam penggunaan air, contohnya dengan mematikan keran saat tidak digunakan atau mengurangi penggunaan air saat mencuci. Kebiasaan sederhana ini membuat saya menyadari betapa pentingnya menjaga sumber daya yang terbatas.

Saya berharap untuk lebih konsisten dalam menjalankan kebiasaan yang mendukung lingkungan di masa mendatang. Beberapa kebiasaan sederhana yang ingin saya terapkan adalah selalu membawa botol air isi ulang, menggunakan tempat makan pribadi, dan lebih sering berjalan kaki

Tugas Terstruktur 02

 


Analisis Ekologi Industri & Dampak Lingkungan: Studi Kasus Singapura

Kelompok: [3] Negara Pilihan: Singapura

🎯 Tujuan Analisis

Menganalisis dampak lingkungan Singapura menggunakan model IPAT (I = P × A × T) untuk mengevaluasi apakah pola pembangunan negara ini menunjukkan keberlanjutan, ketidakberlanjutan, atau fenomena decoupling.

πŸ‡ΈπŸ‡¬ Profil Negara: Singapura

Singapura adalah sebuah negara kota (city-state) maju yang dikenal sebagai pusat keuangan dan perdagangan global. Dengan luas wilayah yang sangat terbatas dan sumber daya alam yang minim, Singapura sangat bergantung pada inovasi teknologi dan efisiensi untuk menopang populasi padat dan ekonomi berpenghasilan tinggi.

πŸ“Š Data Analisis IPAT – Singapura (Data Estimasi 2024)

Komponen

Nilai & Sumber

Analisis Singkat

P (Population)

5,92 juta jiwa (SingStat & World Bank, 2024)

Pertumbuhan penduduk cenderung stagnan dan lebih banyak dipengaruhi oleh imigrasi daripada tingkat kelahiran. Kepadatan penduduk sangat tinggi.

A (Affluence)

HDI: 0.949 (Sangat Tinggi) GDP per kapita: USD 88.450 (UNDP & IMF, 2024)

Tingkat kesejahteraan dan daya beli masyarakat sangat tinggi. Hal ini mendorong tingkat konsumsi barang dan energi yang signifikan per kapita.

T (Technology)

Emisi CO₂ per kapita: 7.7 ton Energi Terbarukan: ~4% dari kapasitas (IEA & EMA Singapore, 2024)

Sangat bergantung pada gas alam (sumber fosil yang lebih bersih) untuk listrik. Efisiensi teknologi tinggi, namun penetrasi energi terbarukan (mayoritas surya) masih rendah karena keterbatasan lahan.

I (Impact)

Estimasi I = 5,92 juta × 88.450 × 7.7 ≈ 4.04 triliun unit dampak (indikatif)

Dampak lingkungan total yang signifikan, terutama didorong oleh tingkat kesejahteraan (A) yang sangat tinggi meskipun populasi (P) relatif kecil.


πŸ“ˆ Interpretasi Hasil: Pola Relative Decoupling

Singapura menampilkan pola decoupling relatif (relative decoupling). Artinya, pertumbuhan ekonomi (GDP) negara ini jauh lebih cepat daripada pertumbuhan dampak lingkungannya (seperti emisi CO₂).

  • Unsustainable Aspect: Dengan jejak karbon per kapita yang masih lebih tinggi dari rata-rata global dan ketergantungan masif pada impor (makanan, air, energi), model konsumsi Singapura secara inheren tidak berkelanjutan jika dilihat dari perspektif global.

  • Decoupling Aspect: Namun, Singapura sangat efisien. Emisi per unit GDP-nya termasuk yang terendah di dunia. Negara ini terus berinovasi dalam teknologi hijau (pengelolaan air, limbah menjadi energi) untuk memitigasi dampaknya. Kesejahteraan (A) terus meningkat pesat, sementara dampak (I) peningkatannya jauh lebih lambat. Ini adalah ciri khas decoupling.

Singapura belum mencapai decoupling absolut, di mana pertumbuhan ekonomi terjadi bersamaan dengan penurunan dampak lingkungan secara mutlak.

🧠 Rekomendasi Kebijakan & Strategi Industri Berkelanjutan

  1. Akselerasi Transisi Energi: Mengingat keterbatasan lahan, fokus pada:

    • Maksimalisasi Panel Surya: Memasang panel surya di atap bangunan, fasad, dan waduk (floating solar farms).

    • Investasi Jaringan Listrik Regional: Mengimpor energi bersih dari negara tetangga melalui ASEAN Power Grid.

    • Riset Hidrogen Hijau: Menjadi pusat penelitian dan pengembangan (R&D) untuk teknologi hidrogen sebagai bahan bakar masa depan.

  2. Penguatan Ekonomi Sirkular (Circular Economy):

    • Implementasi "Zero Waste Masterplan": Meningkatkan tingkat daur ulang secara drastis, terutama untuk limbah elektronik dan plastik.

    • Inovasi Pangan Berkelanjutan: Mengembangkan pertanian vertikal dan produksi pangan alternatif (misalnya, daging berbasis sel) untuk mengurangi ketergantungan impor dan jejak karbon.

  3. Dekarbonisasi Sektor Transportasi:

    • Elektrifikasi Transportasi Publik: Mempercepat adopsi bus dan taksi listrik.

    • Insentif Kendaraan Listrik (EV): Memberikan insentif kuat bagi warga untuk beralih ke EV sambil memastikan jaringan pengisian daya memadai dan bersumber dari energi bersih.

πŸ“š Referensi

Tugas mandiri 04

  Critical Review Implementasi Circular Economy A. IDENTIFIKASI SUMBER  Judul Artikel: Closing the Loop: A Case Study of Circular Economy I...